Minggu, 16 Januari 2011

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN (PPOK)

I.                  DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma.(Bruner & Suddarth, 2002).
Penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara yg bersifat non reversibel atau reversible sebagian.Hambatan aliran udara bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas beracun.

II.               JENIS – JENIS
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah: bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
Description: PPOK
A.    BRONKITIS KRONIS

v  Definisi
Pada bronchitis chronic terjadi peradangan pada dinding saluran napas sehingga menghasilkan terlalu banyak lendir.Akibatnya saluran napas menyempit sehingga pertukaran udara di paru terganggu. Pada bronchitis chronic juga terjadi kerusakan pada cilia yang berfungsi untuk membersihkan lendir berlebihan dalam saluran napas

v  Pathogenesis 

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan.Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri.Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis


v  Gambaran Klinis
·         Tanda dan gejala yang bias dijumpai adalah :
-          Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
-          Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
-          Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
-          Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
-          Bengek, lelah

B.     EMPISEMA PARU

v  Definisi
Pada emphysema, terjadi pembesaran dan kerusakan luas alveoli, sehingga terjadi gangguan pertukaran udara dalam paru Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK

v  Pathogenesis




Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia.
Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang.Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal.Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema.Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi.Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru.Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik.Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi.
Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot.Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang


v  Gambaran Klinis
·         Dispnea, Takipnea
·         Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
·         Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
·         Auskultasi bunyi napas :perpanjangan ekspirasi
·         Hipoksemia, Hiperkapnia, Anoreksia
·         Penurunan BB, Kelemahan
·         Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk oleh iritan- iritan inhlan, udara dingin atau infeksi

Description: EmfisemaGAMBARAN SKEMATIK PATOGENESIS PPOK



III.           ETIOLOGI

Penyebab PPOK secara Umum:
1.      Asap rokok:Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
2.      Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3.      Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya, sehingga menyebabkan polusi dalam ruangan.
4.      Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
5.      Infeksi saluran nafas berulang
6.      Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.
7.      Status sosio ekonomi dan status nutrisi yang rendah
8.      Asma
9.      Usia (Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan)(Yunus, 2007)



IV.           KOMPLIKASI
Ë Pneumotorax
Pneumotorax adalah penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru untuk mengempis.

Ë Hipoksemia
Hipoksemia didefenisikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55 mmHg dengan nilai saturasiO2<85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan kesadaran, penurunan konsentrasi, dan menjadi palupa. Pada tahap lanjut tibul sianosis

Ë Gagal jantung
Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru - paru) harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea berat komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, namun beberapa pasien empisema berat juga mengalami masalah ini.

Ë Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala,fatigue, letargi, dizziness dan takipnea.

Ë Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mucus, peningkatan rangsang otot polos bronchial, dan edema mukosa. Terhambatnya aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispnea









V.               ANAMENSIS
·         Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
·         Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
·         Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
·         Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi  saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
·         Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
·         Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

VI.             PEMERIKSAAN FISIK

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
ü  Inspeksi
o   Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
o   Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
o   Penggunaan otot bantu napas
o   Hipertropi otot bantu napas
o   Pelebaran sela iga
o   Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungka
o   Penampilan pink puffer atau blue bloater
ü  Palpasi
o   Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
ü  Perkusi
o   Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
ü  Auskultasi
o   Suara napas vesikuler normal, atau melemah
o   Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
o   Ekspirasi memanjang
o   Bunyi jantung terdengar jauh
VII.        PEMERIKSAAN PENUNJANG

­  PEMERIKSAAN RUTIN

©      Faal paru
        i.      Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
-          Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
-          Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
-          VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
-          Memantau perjalanan penyakit.
-          Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
-          Kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
      ii.      Uji bronkodilator
-          Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
-          Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudian
-          Dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
-          Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

©      Darah rutin
-          Hb
-          Ht
-           leukosit






©      Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
-          Pada emfisema terlihat gambaran :
o   Hiperinflasi
o   Hiperlusen
o   Ruang retrosternal melebar
o   Diafragma mendata
o   Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop/ eye drop appearance)
-          Pada bronkitis kronik :
o   Normal
o   Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

®  PEMERIKSAAN KHUSUS (TIDAK RUTIN)

©      Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
-          VR/KRF,  VR/KPT meningkat
-           DLCO menurun pada emfisema
-          Raw meningkat pada bronkitis kronik
-          Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

©      Uji latih kardiopulmoner
-          Sepeda statis (ergocycle)
-          Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

©      Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan





©      Uji coba kortikosteroid
              Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml.
Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

©      Analisis gas darah
Terutama untuk menilai:
-          Gagal napas kronik stabil
-          Gagal napas akut pada gagal napas kronik

©      Radiologi
-          CT - Scan resolusi tinggi
-          Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
-          Scan ventilasi perfusi
-          Mengetahui fungsi respirasi paru

©      Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

©      Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan

©      Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.



VIII.       DIAGNOISIS
COPD biasanya didiagnosa berdasarkan atas dasar:

1.      Klinis
ü  Riwayat penyakit, faktor risiko, pemeriksaan fisik

2.       Pemeriksaan Penunjang
ü  Rutin:
·         Faal Paru, Uji Bronkodilator, DL, XFT (PA &Lateral)
ü  Khusus  :
·         Uji Latih Kardio-pulmonal, Uji Provokasi Bronkus,
·         Tes Kortikosteroid, Analisa Gas Darah,
·         EKG, Ekokardiografi, CT scan toraks (HRCT)

3.      Faal Paru (Gold Standard):
ü  Alat: Spirometri, Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)
ü  Parameter: FEV1 < 80% & FEV1/FVC < 70%

4.      Uji Bronkodilator:
ü  Dilakukan pada PPOK stabil
ü   Pasca pemberian bronkodilator              Inhalasi perubahan  FEV1 atau PEF < 20% atau 200 mL  (obstruksi irreversible)

5.      Darah Lengkap: Hb, Lekosit, Trombosit meningkat (Polisitemia sekunder)

6.      Foto toraks :
ü  PPOK ringan               normal
ü  Lanjut              diafragma datar, vol. paru ber(+) / hiperinflasi,hiperaerated, tear drop heart, retrosternal space melebar,BVP meningkat (bronkitis kronis)




IX.             PENATALAKSANAAN
§     PROMOTIF
Å      Upaya prmotif dalam masalah PPOK dalam dilakukan dengan caraMemerikan Edukasi kepada masyarakat. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. 
Å      Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
Æ  Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
Æ  Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Æ  Meningkatkan kualitas hidup
Å      Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.
Å       Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu carauntuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.
Å      Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum Bahan Edukasi yang harus diberikan adalah:
Æ  Pengetahuan dasar tentang PPOK
Æ  Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
Æ  Cara pencegahan perburukan penyakit
Æ  Menghindari pencetus (berhenti merokok)
Æ  Penyesuaian aktivitas






§     PREVENTIF

v  Terdapat dua upaya preventif dalam masalah PPOK adalah :
1.      Mencegah terjadinya PPOK
§      Hindari asap rokok
·         Baik pada perokok aktif dan pasif
§      Hindari polusi udara
·         Meliputi polusi di dalam ruangan (asap rokok, asap kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan), dan polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) ,
§      Hindari infeksi saluran napas yang berulang
§      Mengonsumsi makanan yang sehat
§      Berlahraga teratur

2.      Mencegah perburukan PPOK
Ø  Berhenti merokok
Ø  Gunakan obat-obatan yang adekuat
Ø  Mencegah eksaserbasi berulang
















§     KURATIF

PROSEDUR& TUJUAN PENGOBATAN COPD
Tujuan
Prosedur
1.
Menghindari zat-zat yang mengiritasi bronkus
Menghentikan merokok
2.
Mencegah atau mengatasi infeksi
Antibiotik, vaksin pneumokokus dan influenza
3.
Meringankan bronkospasme
Obat bronkodilator
4.
Mengeluarkan sekresi bronkus
Perkusi dan drainase postural; hidrasi
5.
Meningkatkan keefektifan pernapasan
Latihan pernapasan
6.
Mencegah atau memperlambat hipertensi pulmonal dan korpulmonale
Pengobatan dengan oksigen aliran rendah yang terus-menerus
7.
Meningkatkan toleransi kerja fisik
Program kerja fisik
8.
Meningkatkan protease-antiprotease
Pengobatan pengganti alfa1-antitripsin
9.
Meningkatkan elastisitas rekoli paru
Reseksi bedah (kasus-kasus tertentu)

Pengobatan untuk pasien dengan bronkitis kronik dengan emfisema obstruktif berupa tindakan-tindakan untuk menghilangkan obstruksi saluran napas kecil.Meskipun kolaps saluran napas akibat emfisema besifat ireversibel, banyak pasien mengalami bronkospasme, retensi sekret, dan edema mukosa dalam derajat tertentu yang masih dapat ditanggulangi dengan pengobatan yang sesuai.
Yang penting adalah berhenti merokok dan menghindari batuk, polusi udara lain, atau alergen yang dapat memperberat gejala yang dialami.Berhenti merokok saja seringdapat mengurangi gejala dan memperbaiki ventilasi.Infeksi harus segera di obati dan pasien yang mudah terkena infeksi pernapasan dapat langsung diberi antibiotik profilaksis.Streptokokus pneumoniae dan Hemophilus influenzae adalah organisme penyebab tersering.Sehingga pilihan antibiotik yang digunakan adalah antibiotika yang dapat diterima oleh kedua organisme tersebut.Semua pasien harus mendapatkan vaksin influenza dan pneumokokus.
Tindakan lain untuk mengurangi obstruksi saluran napas adalah dengan memberikan hidrasi yang memadai untuk mengencerkan sekret bronkus; ekspetoran dan bronkodilator untuk meredakan spasme otot polos.
Biasanya diberikan obat-obatan simpatometik seperti albuterol, terbutalin, dan xantin (seperti aminofilin).Ipratropium bromida (Atrovent), yaitu suatu agen antikolinergikdalam inhalasi dosisi terukur, adalah bronkodilator yang efektif untuk pasien dengan bronkitis kronik.Pasien-pasien dengan sekret yang banyak, dilakukan perkusi dan drainase postural untuk membuang sekret yang menyumbat, yang dapat menjadi predisposisi infeksi.Latihan bernapas dapat juga membantu.Pasien diajarkan untuk mengeluarkan napas dengan perlahan dan tenang melalui bibir yang dikerutkan.Latihan ini mencegah kolaps bronkiolus-bronkiolus kecil serta mengurangi jumlah udara yang terperangkap.
Pengobatan tambahan yang penting adalah pemberian suplemen oksigen (O2) kepada pasien COPD yang mengalami hipoksia bermakna (O2 arteri [PaO2] 55 hingga 60 mm Hg atau kurang). Aliran udara rendah dengan O2 sebesar 1 hingga 2 L/menit yang diberikan dengan sungkup hidung mengalirkan O2sebesar 24% hingga 28%, dan nilai tersebut cukup efektif dan dapat ditoleransi. Beberapa studi telah memperlihatkan keuntungan efek pemberian O2 sebagai pengobatan untuk pasien COPD. Telah diketahui bahwa pemberian O2 sebagai pengobatansecara terus menerus  lebih menguntungkan daripada bila O2 hanya di berikan selama 12 jam pada malam hari. Beberapa efek yang paling penting adalah meringankan hipertensi pulmonal dan korpulmonale serta meningkatkan toleransi kerja fisik (hipoksemia menyebabkan vasokontriksi paru, yang akan megarah ke hipertensi pulmonal dan kor pulmonal). Pengobatan O2 juga menurunkan frekuensi polisitemia (hematokrit >50%) pada pasien COPD.Hipolisetemia merupakan kompensasi dari hipoksemia kronik pada COPD, namun mengakibatkan peningkatan viskositas darah dan memperburuk hipertensi pulmonal.Program kerja fisik, seperti berjalan, berakibat peningaktan toleransi kerja fisik dan rasa nyaman tapi tidak meningkatkan fungsi paru.
Dua bentuk terapi bedah telah digunakan untuk mengobati pasien-pasien tertentu dengan COPD berat yaitu:
1.      Bedah reduksi volume paru
2.      Transplantasi paru
Bedah reduksi paru meliputi pengankatan bagian bagian paru yang terlalu meluas pada pasien dengan emfisema nonhomogen yang difus agar fungsi elastisitas rekoil dan otot diafragma membaik.Pendekatan kedua untuk mengobati COPD adalah transplantasi paru, tapi pendekatan ini memiliki batasan karenna terbatasnya organ-organ dari donor dan banyaknya jumlah pasien yang membutuhkan.

PENGOBATAN PADA COPD YANG MEMBURUK

1.      Bronkudilator
*      Dosis dan frekuensi bronkodilator ditingkatkan pada keparahan akut untuk meredakan peredaan gejala. Agonis berta2 lebih baik karena onset aksi yang cepat. Zat anti kolinergik dapat di tambahkahkan jika gejala bertambah meskipun dosis agonis beta 2 ditingkatkan.
*      Bronkodilator dapat digunakan melelui MDI atau nebulasi dengan efek yang serupa. Nebulasi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang dispniea parah yang tidak dapat menahan nafas setelah pemakaiaan MDI.
*      Bukti klinis yang mendukung penggunaan teofilin saat keadaab membutuk hampir tidak ada, dan oleh karenanya penggunaan teofilin sebaiknnya di hindari. Teofilin dapat dipertimbangkan untuk pasien yang tidak merespon terapi lain.

2.      Kortikosteroid
*      Hasil pengujian klinis menyarankan kepada pasien dengan COPD yang memburuk secara kaut untuk menerima kortikosteroid oral atau IV dalam jangka pendek. Karena varebilitas yang besar dalam rentang dosis yang digunakan dalam pengujian ini , dosis optimum dan durasi trerapi tidak diketahui.
*      Telihat baahwa terapi jangka pendek (9—14 hari) ssama efektifnya dengan terapi jangka panjang dan dengan resiko efek samping yang lebih rendah. Jika terapi dilanjutkaan lebih dari 2 minggu, jadwal oral yang diturunkan sebaiknya diturunkan cecara bertahap sebaiknya diberikan unutuk menghindari supresi poros hipotalamus-pituitari-adrenal.

3.      Terapi  Atimikroba
*      Meskipun kebanyakan COPD yang memburuk diperkirakan karena infeksi virus atau bakteri, sebanyak 30% keparahan tidak diketahui penyebabanya.
*      Antibiotik paling menguntungkan dan sebaiknya di mulai jika 2 dari tiga gejala berikut tampak: peningkatan dispnea, peningkatan volume sputum, dan peningkatan kandungan nanah sputum.
*      Pilihan terapi anti mikroba empirik sebaiknya di dasarkan pada organisme yang paling mungkin. Organisme yang paling mungkin untuk COPD memburuk akut adalah Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, steptococus pneumonia, dan kemophilus parainfluenza.
*      Terapi sebaiknya dimulai dalam 24 jam setelah munculnya gejala untuk mencegah pasien di bawa kerumah sakit dan dilanjutkan selama paling tidak 7 sampai 10 hari. Pemberian selama 5 hari dengan beberapa agen memberikan efek yang sebanding.
*      Pada keadaan yang membeuruk tanpa komplikasi, terapi yang direkomandisakan termasuk makrolida (Azitromisin, klaritromisin), sefalosforin generasi ke dua atau ke tiga atau doksisilin. Trimetroprim-sulfametoksazol sebaiknya tidak digunakan karena meningkatkan retensi pneumococos. Amoksisilin dan sefalosforin generasi pertama tidak direkomendasikan karena kerentanan dari β-laktamase. Eritromisin tidak direkomendasikan karena insufiensi aktivitas melawan H. Influenza
*      Pada keadaan memburuk dengan komplikasi dimana mungkin terdapat pneumococci resisten obat , yang H. Influenza dan M. Catarrhalis penghasil β-laktamase, dan organisme enterik gram negatif, terapi yang direkomendasikan termasuk amoksisilin/ klafulanat atau florokuinolon dengan peningkatan aktivitas terhadap pneumococcus.
Yakni:levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin.

¥  BRONKODILARO
Relaxasi otot polos bronchus dan penurunan resistensi saluran nafas.

©      Beta agonis           : merangsang reseptor beta 2 di otot polos saluran nafas.
i.        Oral:  
-          Salbutamol 3 – 4 x 4 mg.
-          Terbutalin 2 – 3 x 5 mg.
-          Orciprenalin 4 x 10 – 20 mg.
-          Fenoterol 2 - 3 x 2,5 – 7,5 mg.

ii.      Parenteral:
-          Terbutalin: 250 – 500 µg/sc atau iv bolus, 1,5 – 5 µg/menit/infus.
-          Salbutamol: 500 ug/sc, 250 µg/iv bolus, 5 µg/menit/infus awal, dilanjutkan 3 – 20 µg/ menit.
iii.           Inhalasi
-          Salbutamol 100 – 200 µg/MDI, 2,5 – 5 mg/nebulizer.
-          Terbutalin 250 – 500 µg/MDI, 5 – 10 mg/nebulizer.
-          Fenoterol 100 – 200 µg/MDI.
-          Reproterol 500 -1000 ug/MDI.
-          Pirbuterol 200 – 400 µg/MDI.
Anticholenergic
©      Anticholenergic
Ketika diberikan antikolinergik secara inhalasi,agen anti kolinergik memproduksi bronkodilatasi dengan menghibisi reseptor kolinergik secara kompetitif pada otot polos bronkial.Aktivitas ini mempblok asitelkolin yang efek selanjutnya adalah pengurangan guanosin mono fosfat siklik(cGMP) yang umumnya mengkontriksi otot polos bronkial.

Kompetitif dengan acetylcholine.
-          Ipratropium: inhalasi/MDI 3 – 4 kali sehari 40 µg.
Juga dalam bentuk nebulizer, dengan dosis maximal 500 µg/6 jam.

©      Metilxantin
-          Teofilin dan aminofilin.
Inhibisi terhadap fosfodiesterase.
Level dalam darah 10 – 20 mg/L.
                                                                                                     
©      Corticosteroid.
Adanya proses inflamasi pada PPOM maka ada tempatnya pemakaian Steroid.
Dapat diberikan secara oral atau parenteral
Oksigen terapi, 15 jam/hari 1L/menit.
Physioterapi, latihan bernafas,dll.





©      Eksaserbasi akut.
-          Antibiotik.
-          Bronchodilator.
-          Steroid.
-          Diuretic.
-          Anticoagulan.
-          Fisioterapi.

©      Pemberian terapi oksigen jangka panjang

Selama > 16 jam memperpanjang usia pasien dengan gagal napas kronik (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV1 sebesar 1,5 L).

FARMAKOLOGI

*      SALBUTAMOL
Indikasi: asma bronkial, bronkitis, asmatis dan emfisema pulmonum.
Kontraindikasi: hipersesensivitas
Efek samping; mual, sakit kepala, palpitasi, tremor, vasodilatasi periferal, takikardia, dan hipokalemi yang kadang timbul setelah pemberian dosis tinggi.
Perhatian: hati-hati pemberian pada pasien tirotoksikosis, wanita hamil dan menyusui, jantung iskemik, dan pasien usia lanjut, anak dibawah usia 6 tahun , hipertiroidism, diabetes melitus.
Interaksi obat: beta-bloker, seperti propanolol, menghambat efek salbutamol.obat adrenergik tambahan , inhibitor monoaminooksidasie, atau antidepresan trisiklik.





*      TERBUTALIN
Indikasi                : asma bronkial, emfisema, bronkitis kronik
Kontaindikasi      : hipersensivitas, tirotoksikosis
Efek samping       : tremor dan palpitasi adalah karekteristik dari amin simpatomimetik, kekakuan, dan akan hilang setelah pengobatan beberapa hari dan palpitasi akan reda bila dosis diturunkan.
Perhatian             : hati-hati pada hipertensi, gangauan kardiovaskuler, hipertiroid, diabetes melitus dan riwayat kejang, tidak dianjurkan pemberian bersama dengan obat betabloker yang non selektif, wanita hamil trimester I, wanita menyusui, anak dibawah 12 tahun.


*      FENOTEROL
Indikasi                : asma brokial, brinkitis obstruktif kronis disertai atau tidak efisema paru, asma disebabakan suatu gerakan olahraga dan kelainan bronkopulmonari
Kontraindikasi    : hipertiroidime, stenosis aorta subvalvular, takia aritma, tirotoksikosis
Efek samping       : mulut kering dan kelainan ventrikel
Interaksi obat      : menggunakan bersama beta-adrenergik, antikolinergik dan derifat santine akan memperkuat kerja berotec; penghambat beta-receptor mempunyai efek antagonis terhadap berotec.






*      PROKATEROL
Indikasi                : asma bronkial, bronkitis kronik, bronkitis akut, emfisemaparu
Kontra indikasi   : hipersensitivitas
Efek samping       : palpitasi, muka kemerahan , merasa demam, tremor, sakit kepala, bingung, mual muntah.
Perhatian             : penggunaan beta- stimulan berlebihan dapat menyebabkan henti jantung. Pemberian harus hati- hati pada hipertiroid, hipertensi, sakit jantung, pemberian pada kehamilan harus di pertimbangkan.

*      ORCIPRENALIN
Indikasi                : asma bronkial, bronkosspasme reversible pada bronkitis kronis dan emfisema paru, termasukk bronkospasme karena pemakaian obat penyekat beta. Preparat untuk mendukung  terapi dengan antibiotik sekretomokulitik, kortikosteroid, lar garam fisiologis, disodium kromuglikat.
Dosis                     :terapi jangka panjang asma bronkial dan penyakit bronkopulmoner, yang di sertai bronkospasme, tablet, ½-1 tab/ hari, anak 3-10 tahun ½ tab / hari. Inhaler mencegah serangan sesak nafas 1-2 semprot 3 kali /hari.Serangan akut sesak 1-2 semprot.
Efek samping       :palpitasi, glisah, tremor jari tangan,






§      REHABILITASAI



Ø  Tujuan program rehabilitasi adalah untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup  penderita PPOK
Ø  Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
-          Simptom pernapasan berat
-          Beberapa kali telah masuk ruang gawat darurat
-          Kualitas  hidup yang menurun




Ø  Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu :
-          Latihan  fisis
·         Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen, yakni :

a.      Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
o   Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot  pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk  melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan.
o   Latihan khusus pada otot pernapasam  akan menyebabkan  bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualitas  hidup dan mengurangi sesak napas

b.      Endurance exercise
o   Latihan untuk meningkatkan daya tahan tubuh supaya seseorang tidak cepat merasa lelah ( menghindarkan kelelahan otot)  ketika beraktivitas.\

-          Psikososial 
·         Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat sebagai upaya dalam meningkatkan semangat hidupnya.
-          Latihan  pernapasan
·         Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan  meliputi pernapasan pursed lips   untuk memperbaiki ventilasi.






X.                KEGAWATAN PPOK
Ë Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara,  atau timbulnya komplikasi

Ë Penanganaan PPOK EKSASEBASI AKUT  adalah


Ë Penanganan Di GAWAT DARURAT
*      Tentukan masalah yang menonjol,
§  Misalnya   ada  Infeksi saluran napas, Gangguan keseimbangan asam basa dan gawat  napas
*      Triase untuk ke ruang rawat atau ICU  
§  Triase adalah proses khusus dalam memilah pasien berdasarkan  beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan 

Ë Penanganan di RUANG RAWAT untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi
mekanik) :
§  Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser
§  Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
§  Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
§  Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik

Ë Indikasi PERAWATAN ICU
§  Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat
§  Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirasi
§  Setelah pemberian oksigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan
§  Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
v  PRINSIP PENATALAKSANAAN GAWAT DARURAT PPOK
  Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang  terjadidan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk  mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi:

I.            Diagnosis beratnya eksaerbasi
~        Frekuensi Napas
~        Kesadaran
~        Tanda Vital
~        Analisis Gas Darah

II.            Terapi oksigen adekuat
·         Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan  untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa . Dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah  ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%.
·         Perhatikan apakah sungkup re-breathing atau  non-rebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak  berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.

III.            Pemberian obat-obatan yang maksimal
*      Antibiotik
·         Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.



*      Bronkodilator
·         Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. 
·         Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk  menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2.
·         Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. 
·         Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasisebagai efek samping bronkodilator.

*      Kortikosteroid
·         Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi.
·         Pada eksaserbasi derajat  sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu,
·         Pada derajat berat diberikan secara intravena.

IV.            Nutrisi adekuat
·         Mencegah starvation   ( penurunan vitamin, gizi dan asupan energy ) yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan,  dan menghindari kelelahan otot bantu napas

V.            Ventilasi mekanik
·         Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akanmengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV (Non-Invasive Positive Pressure Ventilation) yaitu  suatu bantuan ventilasi  tanpa melalui pipa endotrakea dan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.





VI.            Kondisi lain yang berkaitan
·         Monitor keseimbangan  cairan dan elektrolit
·         Pengeluaran sputum
·         Gagal jantung atau aritmia     

VII.            Evaluasi ketat progesiviti penyakit
Penanganan yang tidak adekuat akanmemperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian.  Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik
























XI.             PROGNOSIS
Tergantung pada:
1.      Beratnya obstruksi
2.      Adanya kor pulmonale
3.      Kegagalan jantung kongestif
4.      Derajat gangguan analisa gas darah

Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok, penurunan fungsi paru akan lebih cepat dari pada bila pasien berhenti merokok.Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit emfisema paru akan lebih baik daripada penderita yang penyakitnya bronkitis kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan (<50 tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan sesak lebih berat dan meninggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar